Senin, 05 November 2012

KEHIDUPAN (The Life)


A.    Bagaimana Kehidupan Muncul
Tidak ada persoalan yang lebih penting bagi kita seperti pertanyaan bagaimana mahluk-mahluk yang berpikir dan berperasaan dan hidup muncul dari materi yang tidak hidup. Teka-teki ini telah memenuhi pikiran manusia sejak menyingsingnya kesadarannya, dan telah dijawab dengan berbagai cara. Kita dapat mengenali secara luas beberapa macam kecenderungan:

1.       Teori Penciptaan
Teori ini mengemukakan bahwa kehidupan yang ada di planet diciptakan oleh Tuhan. Bumi yang dicipta Tuhan pada masa lalu sampai sekarang mempunyai ciri yang tidak berubah. Mereka mengungkapkan teori ini berdasarkan atas kejadian-kejadian gaib yang pernah dilihatnya. Kejadian gaib tersebut dianggap sebagai ciptaan Tuhan , seperti halnya bumi dan kehidupan yang ada di didalamnya juga diciptakan oleh-Nya.

2.      Teori Keadaan Bumi yang Selalu Tetap
Menurut teori ini bumi tidak mempunyai asal mula. Begitu pula spesies yang mendiami bumi juga tidak mempunyai asal mulanya.

3.      Teori Cosmozoa
Teori ini mengemukakan bahwa kehidupan di bumi diperkirakan berasal dari ruang angkasa. Hal yang mendasari teori ini adalah peyelidikan bahwa bahan yang terdapat pada batu meteor maupun vartu komet yang jatuh ke bumi mengandung banyak molekul organik sederhana, misalnya cyanogens, asam hidrocyanida. Molekul-molekul organik tersebut tatkala jatuh ke bumi menjadi benih kehidupan. Menurut teori ini bukan hanya di bumi saja yang timbul kehidupan. Kehidupan dapat timbul sekali atau beberapa kali di berbagai bagian galaksi dalam waktu yang berbeda.

4.      Teori Abiogenesis
Seorang ahli ilmu pengetahuan alam berkebangsaan Belanda bernama Antonie Van Leeuwnhoek (1632-1723), dengan mikrosop buatannya berhasil menemukan jasad renik yang sifatnya hidup dan bergerak-gerak dari setetes air rendaman jerami. Hasil pengamatan ini mengingatkan kembali pada pandangan generation spontan (abiogenesis) yang dikemukakan oleh Aristoteles (384-322 SM). Akan tetapi, sebagian orang masih meragukan kebenarannya. Dari sekian banyak orang yang mempermasalahkan teori tersebut, terdapat seorang ahli ilmu pengetahuan alam bernama Francesco Redi (1626-1628) yang dengan teliti tidak segera menerima teori tersbeut. Ia melakukan percobaan yang hasilnya kemudian membuat pikiran banyak orang menjadi goyah terhadap teori generation spontanea.
Adapun percobaan yang dilakukan oleh Francesco Redi sebagai berikut: dia merebus dua potong daging segar sampai mendidih agar terjadi sterilisasi. Kedua potongan daging itu dimasukkan ke dalam dua stoples. stoples pertama terbuka dan stoples kedua tertutup rapat. Kedua stoples tersebut dibiarkan beberapa hari, di dalam stoples pertama yang mulutnya terbuka banyak didapatkan larva atau tempayak lalat, sedangkan di dalam stoples kedua tidak ditemukan larva lalat. Dari percobaan Francesco Redi tersebut muncul kesimpulan bahwa larva yang berada di dalam stoples pertama berasal dari telur lalat yang masuk ke dalam dan meletakkan telurnya, sedangkan di dalam stoples kedua yang tertutup rapat tidak ditemukan larva karena lalat tidak dapat masuk ke dalam dan meletakkan telurnya.
Selanjutnya, pada abad ke-18 seorang berkebangsaan Italia bernama Lazzaro Spallanzani ( 1729-1799 ) melakukan eksperimen atas dasar pemikiran seperti eksperimen Francesco Redi, hanya dalam eksperimennya tidak digunakan daging, tetapi air kaldu. Percobaannya berlangsung sebagai berikut: disediakan tiga tabung yang masing-masing diisi dengan air kaldu secukupnya. Tabung pertama dibiarkan terbuka mulutnya. Tabung kedua dan ketiga dipanaskan sampai mendidih selama 15 menit. Tabung kedua dibiarkan mulutnya terbuka, sedang tabung ketiga mulutnya tertutup rapat dengan lapisan lilin. Setelah dibiarkan selama tujuh hari, air kaldu di dalam tabung yang mulutnya terbuka menjadi keruh akibat timbul bakteri, sedang keadaan air kaldu di dalam tabung yang mulutnya tertutup masih seperti semula. Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Lazzaro Spallanzani ini membuktikan bahwa timbulnya bakteri bukan terjadi secara spontan, tetapi bakteri muncul dari spora bakteri yang masuk dan kemudian berkembang pada air kaldu.
Dengan percobaan Redi dan Spallanzani teori generation spontanea menjadi goyah. Namun demikian, sebagian orang menetang kebenaran percobaan Spallanzani serta mempertahankan kebenaran teori lama. Mereka menunjuk percobaan tersebut masih ada kelemahannya , yaitu pada tabung yang tertutup sebenarnya masih terdapat gejala generation spontanea, tetapi karena tertutup tidak ada gaya yang masuk untuk hidup.

5.      Teori Biogenesis
Dalam menjawab keraguannya terhadap paham abiogenesis, Louis Pasteur (1822-1895) melaksanakan percobaan untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya, Pasteur menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur selengkapnya adalah sebagai berikut :
Langkah I: labu disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah antara gabus dengan mulut labu diolesi dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.
Langkah II: selanjutnya labu didinginkan dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan air kaldu diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetap jernih dan tidak mengandung mikroorganisme.
Langkah III: labu yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu didalamnya mengalir kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan kembali pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air kaldu diamati lagi, ternyata air kaldu didalam labu menjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.
Melalui pemanasan terhadap perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya air kaldu pada labu tadi.
Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan dengan ruangan dalam labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu. Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu sampai ke permukan pipa, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara bebas. Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme. Ketika labu dikembalikan keposisi semula (tegak), mikroorganisme tadi ikut terbawa masuk.  Sehingga, setelah labu dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadi keruh, karena adanya pembusukan oleh mikroorganisme tersebut. Dengan demikian terbuktilah ketidakbenaran paham Abiogenesis atau generation spontanea, yang menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati yang terjadi secara spontan.
Berdasarkan hasil percobaan Spallanzani dan Pasteur tersebut, maka tumbanglah paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang asal usul makhluk hidup yang dikenal dengan teori Biogenesis, yang menyatakan:
1.     Omne vivum ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.
2.    Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup,  dan
3. Omne vivum ex vivo = setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup      sebelumnya.
Walaupun Louis Pasteur dengan percobaannya telah berhasil menumbangkan paham Abiogenesis atau generation spontanea dan sekaligus mengukuhkan paham Biogenesis, belum berarti bahwa masalah bagaimana terbentuknya makhluk hidup yang pertama kali terjawab.
6.      Teori Biologi Modern ( Evolusi Biokimia )
Menurut teori ini, asal kehidupan yang pertama adalah reaksi-reaksi kimiawi yang menghasilkan asam amino pembentuk protein. Asam amino merupakan dasar pembentukan setiap sel. Asam amino tersusun dari unsur C, H, O dan N sebagai unsur utama. Di atmosfer banyak terdapat gas CH4, NH3, H2O, dan H2  yang jika terkena loncatan bunga api listrik dapat membentuk asam amino. Teori terbentuknya asam amino di atmosfer dikemukakan oleh Harold Urey dan Oparin. Teori Urey dibuktikan kebenarannya oleh Stanley Miller. Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.
Gambar: Skema percobaan Miller

Miller memasukkan gas H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi sehingga uap air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak sebagai "halilintar" agar gas-gas dan uap air bereaksi, digunakan lecutan aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.
Hasil percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem kehidupam seperti lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi abiotik. Yang menjadi masalah utama adalah belum dapat terjawabnya bagaimana mekanisme peralihan dari senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling sederhana.
T. H. Huxley, menguraikan bahwa seluruh bentuk kehidupan memiliki dasar yang sama: protoplasma. Ia menegaskan bahwa hal ini secara fungsional, formal dan substansial sama di seluruh bentuk kehidupan. Dalam fungsi, semua organisme menunjukkan pergerakan, pertumbuhan, metabolisme dan reproduksi. Dalam bentuknya mereka terdiri dari sel-sel yang memiliki inti sel; dan dalam substansi, mereka semua terdiri dari protein, suatu senyawa kimia dari karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Secara grafis, ini menunjukkan satu kesatuan yang mendasari seluruh kehidupan.
Menurut Bernal, kesatuan kehidupan adalah bagian dari sejarah kehidupan dan, sebagai akibatnya, terlibat pula dalam pembentukannya. Semua gejala biologis dilahirkan, berkembang dan mati sesuai dengan hukum-hukum fisiknya. Biokimia telah menunjukkan bahwa semua kehidupan di bumi ini sesungguhnya sama pada tingkat kimiawinya. Sekalipun terdapat sejumlah besar variasi antar spesies, mekanisme dasar dari enzim, ko-enzim dan asam nukleat muncul di manapun. Pada saat yang bersamaan, ia membentuk satu himpunan partikel-partikel identik yang menyatukan diri mereka melalui prinsip penyusunan-diri dalam struktur-struktur yang teramat rumit.
Akan tetapi, penemuan baru di abad ke-20 menunjukkan kehidupan terlalu kompleks untuk dapat terbentuk secara kebetulan. Evolusionis terkenal Leslie Orgel membuat pengakuan berikut ini: "(Dengan mempelajari struktur DNA, RNA, dan protein) seseorang mestinya berkesimpulan: ternyata kehidupan tidak akan pernah dapat terbentuk melalui reaksi-reaksi kimiawi."

Ilmuwan Perancis Louis Pasteur, bapak mikrobiologi, dalam serangkaian percobaan akhirnya menghancurkan teori pertumbuhan spontan dengan menyatakan "Kehidupan hanya dapat datang dari kehidupan". Selain menggugurkan teori evolusi, hukum "kehidupan muncul dari kehidupan sebelumnya" juga menunjukkan bahwa makhluk hidup pertama muncul di bumi dari kehidupan yang ada sebelumnya, dan ini berarti ia diciptakan oleh Tuhan.
Pandangan idealis Plato-lah (yang dinyatakan juga oleh Aristoteles) yang menulari pertumbuhan spontan dengan kualitas supernatural dan kemudian menjadi basis dari budaya ilmiah abad pertengahan dan mendominasi pemikiran orang selama berabad-abad. Materi tidak mengandung kehidupan tapi kehidupan dihembuskan ke dalamnya. Melalui aliran filsafat Yunani dan Romawi, ia dipinjam dan diperluas oleh gereja Kristen purba untuk mengembangkan paham mistik mereka tentang asal-muasal kehidupan. Santo Agustinus melihat satu campur-tangan ilahi dalam pertumbuhan spontan-pemberian hidup pada materi yang tidak hidup oleh "ruh yang menciptakan hidup". Seperti yang ditunjukkan Lenin, para skolastik dan klerik mengambil apa-apa yang mati dalam filsafat Aristoteles dan bukannya apa hidup di dalamnya. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquinas sesuai dengan ajaran gereja Katolik. Sudut pandang yang mirip dimiliki pula oleh gereja-gereja Timur. Uskup Rostov, Dmitrii, di tahun 1708 menjelaskan bahwa Nuh tidak memuat hewan-hewan yang sanggup mengadakan pertumbuhan spontan di dalam bahteranya: "Semua hewan ini tewas di dalam Air Bah dan setelah Air Bah berlalu mereka muncul lagi dalam awal yang baru." Inilah kepercayaan dominan dalam masyarakat Barat sampai pertengahan abad ke-19.

B.    Kelahiran Kehidupan yang Revolusioner
Kini telah semakin jelas bahwa bumi di tahap-tahap awalnya tidaklah bekerja dengan cara yang sama dengan apa yang nampak saat ini. Susunan atmosfir, iklim, dan kehidupan itu sendiri, berkembang melalui proses yang meletup-letup, melibatkan lompatan-lompatan mendadak, dan segala jenis transformasi, termasuk kemunduran-kemunduran (retrogres). Evolusi bumi dan kehidupan itu sendiri sangat jauh dari sebuah garis yang lurus, melainkan penuh dengan kontradiksi. Masa-masa awal dari sejarah bumi, yang dikenal sebagai Archaean, berlangsung sampai 1,8 milyar tahun lalu. Pada awalnya, atmosfir terutama mengandung karbon dioksida, amonia, air dan nitrogen, tapi tidak ada oksigen bebas. Sebelum tahap ini bumi tidak mengandung satupun kehidupan. Jadi, bagaimana kehidupan muncul?
Seperti yang telah kita lihat, sampai awal abad ke-20, para ahli geologi percaya bahwa bumi memiliki sejarah yang amat pendek. Hanya secara perlahan persoalan menjadi jelas bahwa planet ini memiliki sejarah yang jauh lebih panjang, dan terlebih lagi, merupakan sejarah yang dicirikan oleh perubahan yang berlangsung terus-menerus dan kadang kala penuh gejolak. Kita melihat gejala yang mirip dalam hubungannya dengan perkiraan usia tata-surya, yang ternyata jauh lebih tua dari apa yang sebelumnya pernah diperkirakan. Cukuplah bagi kita untuk mengatakan bahwa kemajuan-kemajuan dalam teknologi setelah Perang Dunia II, khususnya penemuan jam nukir, menyediakan dasar untuk pengukuran-pengukuran yang jauh lebih akurat, yang melahirkan satu lompatan besar dalam pemahaman kita tentang evolusi dari planet kita sendiri.
Kini kita dapat mengatakan bahwa bumi menjadi satu planet yang padat lebih dari 4,5 milyar tahun lalu. Untuk pemikiran sehari-hari, ini kelihatannya merupakan waktu yang sangat lama. Namun, ketika kita berurusan dengan waktu geologis, kita memasuki satu tata besaran yang sangat berbeda. Para ahli geologi terbiasa dengan besaran jutaan dan milyaran tahun, seperti kita berpikir tentang jam, hari dan minggu. Sangat perlu untuk menciptakan satu skala-waktu yang berbeda, yang sanggup mencakup jangka waktu yang demikian panjang. Inilah tahap awal dari sejarah bumi, namun masa-masa yang penuh gejolak ini adalah tidak kurang dari 88% dari seluruh sejarah yang telah dilewati bumi. Bila dibandingkan dengan hal ini, seluruh sejarah umat manusia sejauh ini tidaklah lebih dari sekejap mata saja. Sayangnya, terputus-putusnya bukti dari masa-masa itu telah menghalangi kita untuk mendapatkan satu gambar yang lebih rinci tentang proses yang terjadi.
Untuk memahami asal-usul kehidupan, sangat perlu untuk mengetahui komposisi awal lingkungan dan atmosfir bumi. Dengan memandang satu skenario yang paling mungkin bahwa bumi dibentuk dari awan debu bintang, komposisi awalnya seharusnya adalah terutama hidrogen dan helium. Saat ini bumi mengandung sejumlah besar unsur-unsur yang lebih berat seperti oksigen dan besi. Sesungguhnya, bumi mengandung sekitar 80% nitrogen dan kira-kira 20% oksigen. Alasan untuk ini adalah bahwa hidrogen dan helium yang lebih ringan telah lolos dari atmosfir bumi karena tarikan gravitasi tidak cukup kuat untuk menahan mereka. Planet-planet dengan gravitasi yang lebih besar, seperti Jupiter dan Saturnus, telah menahan hidrogen dan helium di dalam atmosfir mereka yang sangat rapat itu. Sebaliknya, bulan kita yang jauh lebih kecil itu, dengan gravitasi yang malah lebih kecil lagi, telah kehilangan seluruh atmosfirnya.
Gas-gas vulkanik yang terbentuk dalam atmosfir purba pastilah mengandung air, bersama metana dan amonia. Orang menduga bahwa gas-gas ini dilepaskan dari dalam bumi. Akhirnya gas-gas ini menjenuhkan atmosfir dan menghasilkan hujan. Dengan mendinginnya permukaan bumi, danau-danau dan lautan mulai terbentuk. Orang kini percaya bahwa lautan purba ini mengandung semacam pendahulu kehidupan, di mana unsur-unsur kimia yang ada, di bawah hantaman sinar ultraviolet dari matahari, bersintesa untuk menghasilkan senyawa-senyawa nitrogren-organik yang kompleks, seperti asam amino. Efek dari ultraviolet ini dimungkinkan oleh ketiadaan ozon di atmosfir. Inilah basis bagi hipotesis Oparin-Haldane.
Semua kehidupan diorganisasikan ke dalam sel-sel, kecuali virus. Bahkan sel-sel yang paling sederhana adalah gejala yang sangat kompleks. Teori standard yang sekarang diterima adalah bahwa panas dari bumi sendiri seharusnya cukup untuk terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang sederhana. Bentuk-bentuk kehidupan yang sederhana sanggup menyimpan energi yang diambil dari radiasi ultraviolet matahari. Namun, perubahan yang terjadi dalam komposisi atmosfir telah memblokade pasokan ultraviolet ini. Agregat-agregat tertentu, yang telah mengembangkan senyawa yang dikenal sebagai klorofil, mampu menggunakan cahaya tampak yang menembus lapisan ozon, yang ultraviolet tidak sanggup menembusnya. Ganggang-ganggang purba mengkonsumsi karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen, yang membawa pada pembentukan atmosfir kita yang sekarang.
Di seluruh jalannya sejarah waktu geologis, kita dapat mengamati kesalingtergantungan dialektik dari aktivitas atmosfir dan biosfir. Di satu pihak, kebanyakan dari oksigen bebas yang kini terdapat di atmosfir adalah hasil dari aktivitas biologis (melalui proses fotosintesis di dalam tumbuhan). Di pihak lain, perubahan dalam komposisi atmosfir, khususnya peningkatan dalam jumlah oksigen bebas, memicu inovasi-inovasi besar secara biologis, yang memungkinkan bentuk-bentuk kehidupan yang baru untuk muncul dan berkembang biak.
Bagaimana sel hidup pertama muncul dari asam amino purba dan molekul-molekul sederhana sekitar empat milyar tahun lalu? Teori standard, yang dinyatakan di tahun 1953 oleh ahli kimia pemenang Hadiah Nobel, Harold Urey dan Stanley Miller, adalah bahwa kehidupan muncul secara spontan dari atmosfir purba yang terdiri dari metana, amonia dan lain-lain bahan kimia, yang diaktivasi oleh kilatan petir. Reaksi-reaksi kimia lanjutan akan memungkinkan senyawa kehidupan yang sederhana untuk berkembang menjadi molekul-molekul yang semakin kompleks, yang akhirnya menghasilkan struktur double-helix DNA, atau pita tunggal RNA, keduanya adalah penguasa proses reproduksi.
Peluang bahwa kejadian ini dapat terjadi karena kebetulan sangatlah menakjubkan, seperti yang sering ditunjukkan oleh para penganut teori Penciptaan, jika asal-usul kehidupan adalah kejadian acak, maka para penganut teori Penciptaan akan sangat bergembira karenanya. Itu mukjizat, tidak bisa lain! Struktur dasar kehidupan dan aktivitas genetik secara umum tergantung dari molekul-molekul yang teramat kompleks dan canggih - DNA dan RNA. Untuk membuat satu molekul protein tunggal akan diperlukan untuk menggabungkan beberapa ratus asam amino dengan urutan yang akurat. Ini adalah tugas yang amat berat, bahkan di laboratorium yang memiliki peralatan paling mutakhirpun. Peluang hal ini terjadi secara kebetulan dalam sebuah kolam yang panas akan demikian kecilnya.
Permasalahan ini telah didekati akhir-akhir ini dari sudut pandang kompleksitas, satu cabang dari teori chaos. Stuart Kauffman, dalam karyanya tentang genetika dan kompleksitas, mengajukan satu kemungkinan bahwa sejenis kehidupan muncul sebagai hasil dari kemunculan keteraturan secara spontan dari kekacauan molekular, melalui bekerjanya hukum-hukum fisika dan kimia. Jika sup purba itu cukup kaya dengan asam amino, tidaklah perlu untuk menunggu satu reaksi acak. Satu jaring-jaring reaksi yang sanggup memperkuat dirinya sendiri dapat terbentuk dari senyawa-senyawa dalam sup itu.
Dengan bantuan katalis berbagai molekul dapat berinteraksi dan berfusi satu sama lain untuk membentuk apa yang disebut Kauffman sebagai "himpunan yang sanggup mengkatalisasi diri sendiri". Dengan cara ini, keteraturan yang muncul dari kekacauan molekular akan mewujudkan dirinya dalam sebuah sistem yang bertumbuh. Ini bukanlah kehidupan seperti yang kita kenal saat ini. Ia tidak memiliki DNA, kode genetik, dan membran sel. Tapi ia dapat menunjukkan beberapa ciri yang mirip dengan ciri mahluk hidup. Contohnya, ia dapat bertumbuh. Ia akan memiliki sejenis metabolisme-menyerap satu pasokan "pangan" yang terdiri dari molekul-molekul asam amino dan lain-lain senyawa sederhana, menambahkan senyawa-senyawa ini pada dirinya sendiri. Itu adalah satu bentuk reproduksi yang primitif, yang memperbesar diri sendiri untuk menyebar ke daerah yang lebih luas. Ide ini, yang merupakan satu contoh dari lompatan kualitatif, atau "fase peralihan" dalam bahasa kompleksitas akan berarti bahwa kehidupan tidaklah muncul sebagai sebuah peristiwa acak, tapi sebagai hasil dari kecenderungan inheren di alam untuk semakin menaikkan tingkat pengorganisasian.
Organisme hewani yang pertama adalah sela-sel yang sanggup menyerap energi yang disimpan dalam sel-sel tumbuhan. Atmosfir yang berubah, lenyapnya radiasi ultraviolet, dan kehadiran bentuk-bentuk kehidupan yang sudah lebih dulu ada menghapuskan kemungkinan munculnya satu bentuk kehidupan lain di bumi, kecuali jika ia dihasilkan secara rekayasa di dalam laboratorium. Ketiadaan pesaing atau predator di lautan purba menyebabkan senyawa-senyawa asal ini dapat menyebar dengan cepat. Pada tahap tertentu akan terdapat satu lompatan kualitatif dengan pembentukan molekul asam nukleat yang sanggup mereproduksi dirinya sendiri: satu organisme hidup. Dengan cara ini, materi organik muncul dari materi anorganik. Secara perlahan, selama jutaan tahun, mutasi akan mulai muncul, yang akhirnya menghasilkan bentuk-bentuk kehidupan yang lain.
Maka kita dapat sampai pada umur minimum bagi bumi. Salah satu rintangan bagi evolusi kehidupan di bumi seperti yang kita kenal adalah ketiadaan satu lapisan ozon di bagian atas atmosfir purba, di masa Archaean. Hal ini memungkinkan satu penetrasi permukaan lautan oleh radiasi universal, termasuk sinar ultraviolet, yang sanggup melumpuhkan molekul DNA. Organisme primitif yang pertama (sel-sel prokariotik) berbentuk sel tunggal, tapi tidak memiliki inti sel dan tidak sanggup melakukan pembelahan sel. Namun, mereka relatif tahan terhadap radiasi ultraviolet, atau bahkan, menurut satu teori, tergantung pada radiasi itu. Organisme ini adalah bentuk yang dominan di bumi selama kurang lebih 2,4 milyar tahun.
Mahluk-mahluk prokariotik bersel tunggal ini bereproduksi secara aseksual melalui pembelahan dan penyatuan. Secara umum, reproduksi aseksual menghasilkan salinan yang identik kecuali terjadi mutasi, satu hal yang jarang. Hal ini menjelaskan lambatnya perubahan evolusioner pada masa ini. Namun, kemunculan sel-sel yang berinti (uekariota) melahirkan satu kemungkinan untuk kompleksitas yang lebih tinggi. Sangat mungkin bahwa evolusi eukariota muncul dari satu koloni prokariota. Contohnya, beberapa prokariota modern dapat menyerbu dan hidup sebagai komponen di dalam satu sel eukariota. Beberapa organela uekariota memiliki DNA-nya sendiri, yang tentunya adalah sisa-sisa dari jaman ketika mereka memiliki keberadaan yang terpisah dari induk selnya. Kehidupan itu sendiri memiliki ciri-ciri mendasar, termasuk metabolisme (total dari perubahan kimiawi yang terjadi dalam satu organisme) dan reproduksi. Jika kita menerima adanya satu kesinambungan dalam proses-proses alam, organisme yang paling sederhana yang ada saat ini harusnya telah ber-evolusi dari proses yang sebelumnya lebih sederhana dan lebih sederhana lagi. Lebih jauh, basis material bagi kehidupan adalah unsur-unsur yang paling banyak terdapat di jagad raya: hidrogen, karbon, oksigen dan nitrogen.
Sekali kehidupan muncul, ia sendiri mengandung satu rintangan yang mencegah kemunculan bentuk kehidupan lain di masa mendatang. Oksigen molekular, satu produk-samping dari kehidupan, muncul dari proses fotosintesis (di mana cahaya diubah menjadi energi). "Kehidupan yang kita miliki di bumi saat ini, sesungguhnya, terbagi ke dalam dua golongan besar yang telah lama dikenal oleh umat manusia - hewan yang bernafas dengan oksigen dan dan tumbuhan yang berfotosintesis atau hidup dari cahaya," papar Bernal. "Hewan dapat hidup di tempat gelap, tapi mereka membutuhkan udara untuk bernafas, baik udara bebas maupun yang terlarut di dalam air. Tumbuhan tidak membutuhkan oksigen (bahkan mereka menghasilkan oksigen di siang hari) tapi mereka tidak dapat hidup dan bertumbuh lama di tempat gelap. Yang mana, kalau demikian, yang muncul terlebih dahulu? Atau apakah ada bentuk kehidupan lain yang mendahului mereka? Alternatifnya kini nampak sangat pasti. Telaah yang teliti atas sejarah kehidupan, anatomi internal sel dan metabolisme baik dari tumbuhan maupun hewan menunjukkkan bahwa mereka berkembang dari spesialisasi yang berbeda dari beberapa zoo-fit. Zoo-fit pastilah mirip dengan beberapa bakteri yang ada saat ini yang dapat sekaligus menjalankan fungsi tumbuhan dan hewan, dan bekerja baik sebagai agen oksidasi maupun fotosintetik.
Reproduksi adalah satu unsur yang hakiki dari kehidupan. Ketika pembelahan sel terjadi, satu himpunan sel-sel anak yang identik dihasilkan. Mekanisme untuk duplikasi ini, untuk membuat molekul protein baru yang memiliki susunan yang persis sama dengan sel induknya, disimpan dalam asam nukleat. Molekul-molekul ini bersifat unik dalam makna bahwa hanya mereka sendirilah, dengan bantuan dari beberapa enzim tertentu, yang sanggup mereproduksi diri mereka secara langsung. DNA (deoxyribonucleic acid) membawa semua informasi yang diperlukan untuk mengarahkan satu sintesa protein-protein baru. Namun, DNA tidak dapat langsung melakukan itu, tapi bekerja sebagai sebuah "master copy" yang disalin berulang-ulang ke dalam m-RNA (messenger-ribonucleic acid), m-RNA inilah yang membawa informasi tentang urutan itu pada sistem yang sedang bersintesa. Ini dikenal sebagai kode genetik. Asam nukleat tidak dapat bereplikasi tanpa enzim, dan enzim tidak dapat dibuat tanpa asam nukleat. Mereka pasti berkembang secara paralel. Sangat mungkin bahwa dalam "sup" purba itu, yang terdiri dari banyak unsur, telah terdapat sejenis RNA yang juga merupakan enzim, yang berkembang berdasarkan seleksi alam. Enzim-RNA ini bergabung untuk membentuk sebuah heliks, dan menjadi basis bagi terbentuknya RNA yang sanggup mereplikasi dirinya sendiri.
Sel berinti, yaitu eukariota telah dengan sempurna beradaptasi terhadap oksigen dan menunjukkan variasi yang kecil saja di antara mereka. Kemunculan dari bentuk kehidupan baru yang revolusioner ini mengijinkan reproduksi seksual yang maju, yang pada gilirannya, mempercepat laju evolusi. Sementara prokariota terdiri dari hanya dua kelompok organisme, bakteria dan ganggang biru-hijau (yang terakhir disebut ini menghasilkan oksigen melalui fotosintesis), eukariota terdiri dari segala tumbuhan hijau, semua hewan dan jamur. Reproduksi seksual merupakan satu lompatan kualitatif besar ke depan. Hal ini menuntut dibungkusnya semua material genetik di dalam inti sel. Reproduksi seksual juga memungkinkan percampuran gen antara dua sel, peluang variasinya menjadi jauh lebih besar. Dalam reproduksi, kromosom dari sel-sel eukariotik bergabung untuk menghasilkan sel-sel baru. Seleksi alam berfungsi untuk memelihara variasi genetik yang menguntungkan di dalam pool genetik.

C.    Kelahiran Manusia yang Revolusioner
Zaman yang dikenal sebagai Kenozoikum dimulai dengan kepunahan massal 65 juta tahun lalu dan telah berlangsung terus sampai sekarang. Selama jaman ini, benua-benua terus bergeser, berpisah dan bertumburan. Ini menciptakan kondisi-kondisi lingkungan yang baru. Dalam 20 juta tahun pertama suhu naik terus, dan satu zona tropispun muncul, di mana kondisi-kondisi di Inggris, misalnya, menyerupai kondisi hutan di Malaya. Perkembangan yang paling penting dalam evolusi dalam jaman ini adalah kebangkitan yang luar biasa cepat dari mamalia, yang mengambil alih lingkungan yang ditinggalkan oleh para reptil. Sampai 40 juta tahun lalu, primata, gajah, babi, hewan pengerat, kuda, duyung, penyu, ikan paus dan kelelawar, beserta kebanyakan ordo burung modern dan berbagai familia tumbuhan, telah muncul.
Kebangkitan mamalia dapat dilihat sebagai sejenis perarakan yang penuh kemenangan, di mana evolusi berjalan semakin jauh ke atas, dalam garis yang tak terputus, yang berpuncak pada kelahiran umat manusia, mahkota evolusi yang bertahtakan mutu manikam. Primata, nenek moyang kera dan manusia, tersebar di seluruh dunia. Pada waktu ini, Antartika mencapai Kutub Selatan dan mulai ditutupi dengan es. Selama 10-20 juta tahun berikutnya, terjadi lagi satu masa pertumbuhan yang eksplosif dari mamalia (dari jenis yang berukuran paling besar yang pernah ada) di mana banyak spesies kera mulai bermunculan. Namun desain dasar kera tidak berubah selama masa ini, sampai satu pergeseran iklim baru yang tajam membawa transformasi yang tajam pula. Ada ketidaksepakatan yang cukup tajam antar para paleontologis tentang masalah kapan dan bagaimana hominid berpisah dari kera.
Terdapat tanda-tanda dari tulang-tulang bahwa sejak 14 juta tahun lalu telah terdapat sebuah spesies yang menyerupai kera modern. Para ilmuwan percaya bahwa tulang-tulang ini berasal dari satu spesies yang hidup baik di Afrika maupun Eurasia sejak 14-7 juta tahun lalu. Kelihatannya ia adalah satu spesies yang sangat sukses dalam evolusinya, dan merupakan nenek-moyang bersama dari manusia, kera dan gorila. Lalu, 10-7 juta tahun lalu, terdapat lagi satu perubahan lingkungan yang dramatik. Antartika telah tertutupi oleh glaser lalu lapisan es itu menyebar, bukan hanya ke selatan, tapi juga ke utara, sampai ia menutupi Alaska, Amerika Utara, dan Eropa Utara. Karena semakin banyak air yang terjebak ke dalam es, tingkat permukaan air laut semakin turun. Telah diperkirakan bahwa kejatuhan tingkat permukaan air laut lebih dari 150 meter pada saat itu. Sebagai hasilnya, muncul banyak massa-daratan yang baru; jembatan darat terbentuk antara Eropa dan Afrika,
Asia dan Amerika, Inggris dan Eropa daratan, yang memungkinkan migrasi lebih jauh dari berbagai spesies. Laut Tengah diuapkan sepenuhnya. Iklim di sekitar katulistiwa menjadi amat kering, menghasilkan padang pasir yang amat luas, beriringan dengan semakin mengecilnya hutan-hutan, dan kemunculan padang-padang rumput yang maha luas. Pada waktu ini, Asia dipisahkan dari Afrika oleh gurun-gurun, mengisolasi kera-kera Afrika dari kerabat mereka di Asia. Tidak terhindarkan lagi, ini adalah masa kepunahan massal yang baru. Tapi ia juga merupakan masa kelahiran bagi spesies-spesies baru. Pada titik tertentu, mungkin 7 juta tahun lalu, perkembangan mamalia menghasilkan spesies hominid (primata yang mirip manusia) yang pertama.
Fosil-fosil hominid pertama ditemukan di Afrika Timur, dan termasuk dalam spesies yang dikenal sebagai Australopithecus Afarensis, yang hidup sekitar 3,5-3,3 juta tahun lalu. Mahluk-mahluk mirip kera ini mampu berjalan tegak, memiliki tangan dengan ibu jari yang berlawanan posisinya dengan jari lainnya, dan dengan demikian mampu memanipulasi alat. Kapasitas rongga otaknya lebih besar dari kera lainnya (450 cc). Sampai saat ini, belum ada ditemukan alat-alat yang dapat dihubungkan dengan hominid-hominid awal ini, tapi alat-alat itu terbukti ada ketika kita menjumpai spesies pertama yang jelas-jelas dikenali sebagai manusia, yang diberi nama dengan tepat sekali sebagai Homo habilis ("manusia pembuat alat"), yang berjalan tegak, memiliki tinggi 1,20 meter dan memiliki kapasitas otak sebesar 800 cc. Pada titik mana pemisahan sejati dari manusia dan kera hominid terjadi? Paleontologis telah berdebat lama tentang hal ini. Jawaban ini telah dikemukakan oleh Engels dalam esai adikaryanya The Part Played by Labour in the Transition of Ape to Man. Tapi sesungguhnya hal ini telah diantisipasi oleh Marx dan Engels jauh sebelumnya dalam karya perdana mereka, The German Ideology, yang ditulis di tahun 1845:
 "Manusia dapat dibedakan dari hewan melalui kesadarannya, melalui agama atau apapun yang Anda sukai. Mereka sendiri mulai membedakan diri mereka dari hewan segera setelah mereka mulai menghasilkan alat-alat pemenuhan kebutuhan hidup mereka, satu langkah yang dikondisikan oleh organisasi fisik mereka. Dengan menghasilkan alat-alat pemenuhan kebutuhan hidupnya, manusia secara tidak langsung menghasilkan kehidupan material mereka."
Dalam satu upaya untuk menjelekkan pandangan materialis tentang asal-usul spesies manusia, seringkali dikemukakan bahwa manusia bukanlah satu-satunya makhluk yang dapat "menggunakan alat". Argumen ini sepenuhnya kosong. Walaupun banyak hewan (bukan hanya monyet dan simpanse, tapi juga beberapa jenis burung dan serangga) dapat disebut menggunakan "alat" untuk beberapa aktivitas tertentu, semua ini terbatas pada material alami apa yang dapat mereka temukan (tongkat, batu, dsb). Lebih jauh lagi, penggunaan semacam itu hanya merupakan aktivitas yang kebetulan saja, seperti ketika seekor monyet melemparkan sebatang tongkat untuk merontokkan buah dari tangkainya, atau tindakan terbatas yang sekalipun boleh jadi kompleks tapi sepenuhnya merupakan hasil dari naluri dan pengkondisian genetik. Tindakan-tindakannya selalu sama ketika diulangi. Sama sekali tidak terdapat perencanaan yang cerdas, pemahaman akan apa yang akan terjadi atau kreativitas, kecuali pada tingkatan yang sangat terbatas pada beberapa spesies mamalia yang paling maju, tapi bahkan kera-kera yang paling maju sama sekali tidak memiliki aktivitas yang mirip dengan aktivitas produktif dari manusia yang paling primitif sekalipun. Point yang hakiki di sini bukanlah bahwa manusia "menggunakan alat".
Masalah sebetulnya adalah bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang membuat alat, dan bukan sebagai aktivitas kebetulan yang terisolasi, melainkan sebagai satu kondisi hakiki bagi keberadaan mereka, yang merupakan dasar bagi segala sesuatu yang lainnya. Maka, sekalipun secara genetik manusia dan simpanse hampir-hampir identik, dan perilaku dari hewan-hewan ini dalam beberapa hal mirip sekali dengan manusia, simpanse yang paling cerdaspun tidak sanggup membuat alat batu yang paling kasar seperti yang dihasilkan oleh Homo erectus, satu mahluk yang berada di ambang evolusioner menuju umat manusia. Tidak ada keraguan bahwa para pembuat alat yang pertama memiliki kapasitas mental jauh di atas kera-kera. Pembuatan alat membutuhkan satu koordinasi atas kemampuan motorik dan kognitif yang cukup tinggi.
Perkembangan umat manusia bukanlah satu kebetulan, tapi merupakan hasil dari satu keharusan. Posisi berdiri tegak dari hominid-hominid pertama diperlukan untuk memungkinkan mereka bergerak bebas di padang rumput dalam rangka mencari makanan. Kepala harus didudukkan di puncak tubuh untuk dapat mendeteksi keberadaan hewan pemangsa. Kera tidaklah memiliki tubuh yang sesuai untuk berjalan pada dua kaki dan hanya dapat melakukan hal itu dengan kikuk. Anatomi dari hominid awal menunjukkan struktur tulang yang jelas teradaptasi untuk cara berjalan tegak. Postur tegak ini memiliki kelemahan-kelemahan yang besar. Mustahil bagi mahluk bipedal untuk dapat berlari secepat mereka yang berjalan dengan empat kaki. Dalam banyak cara, bipedalisme adalah satu postur yang tidak alamiah, yang menjelaskan keberadaan penyakit punggung yang telah menghantui manusia sejak masih tinggal di gua-gua sampai sekarang. Keuntungan besar dari bipedalisme adalah bahwa posisi itu membebaskan tangan untuk dapat bekerja. Inilah lompatan besar umat manusia. Kerja, bersama dengan alam, adalah sumber segala kekayaan. Hal yang sama berlaku pula untuk bahasa. Sekalipun kera sanggup menghasilkan serangkaian bunyi-bunyian dan sikap tubuh yang boleh dilihat sebagai sejenis "bahasa" embrionik, segala upaya yang pernah dicoba untuk mengajari mereka berbicara telah menemui kegagalan. Bahasa, seperti dijelaskan Engels, adalah satu hasil dari proses produksi kolektif, dan hanya dapat lahir dalam sebuah spesies yang aktivitas hidupnya bergantung semata pada kerja-sama dalam rangka menghasilkan alat, satu proses yang kompleks yang harus dipelajari secara sadar dan diteruskan dari generasi yang satu ke generasi berikutnya.
Kehidupan di padang rumput terbuka dengan berjenis hewan pemangsa adalah pekerjaan yang berbahaya. Manusia bukanlah makhluk yang perkasa; dan hominid-hominid awal jauh lebih kecil dari manusia modern. Mereka tidak memiliki cakar yang kuat atau gigi yang tajam, mereka juga tidak dapat berlari lebih cepat dari singa maupun pemangsa berkaki empat lainnya. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan mengembangkan satu komunitas yang sangat terorganisir dan kooperatif untuk sebuah eksploitasi kolektif atas sumber makanan yang langka itu. Tapi langkah yang menentukan tidak diragukan lagi adalah pembuatan artefak, dimulai dengan kapak-kapak batu, yang digunakan untuk berbagai macam keperluan. Sekalipun penampilan mereka amat sederhana, alat-alat ini sebetulnya sudah mencapai tingkat yang sangat canggih dan serba-guna, yang pembuatannya menunjukkan tingginya tingkatan organisasi, perencanaan, dan setidaknya unsur-unsur dari pembagian kerja. Di sinilah kita mendapati permulaan sejati dari masyarakat manusia.
Engels membahas tiga ciri hakiki dari evolusi manusia: kemampuan berbicara, ukuran otak yang besar, dan posisi berdiri tegak. Ia berpendapat bahwa langkah pertama haruslah berupa turunnya nenek moyang kita dari pepohonan, dan evolusi yang menyusul berupa berdiri tegak. Kera-kera ini ketika bergerak di dataran mulai meninggalkan kebiasaan menggunakan tangan mereka dan mengadopsi sikap yang semakin lama semakin tegak. Inilah langkah yang menentukan dalam peralihan dari kera menuju manusia. Posisi berdiri tegak membebaskan tangan untuk menggunakan alat, meningkatkan kecerdasan dan baru kemudian datang kemampuan berbicara.
Biologi molekuler menunjukkan bahwa spesies hominid yang paling awal muncul sekitar 5 juta tahun lalu, dalam bentuk kera bipedal dengan lengan yang panjang dan jari yang melengkung. Proto-manusia ini, Australopithecus, memiliki otak yang kecil, hanya 400 cc. Lompatan kualitatif terjadi pada Homo habilis, yang memiliki ukuran otak lebih dari 600 cc - satu peningkatan yang drastis, 50%. Kemajuan besar berikutnya adalah Homo erectus, dengan ukuran otak antara 850 dan 1100 cc. Sampai kemunculan Homo sapiens sekitar 100.000 tahun lalu, ukuran otak belum mencapai tingkat seperti yang sekarang - 1350 cc. Maka, hominid-hominid awal tidaklah memiliki ukuran otak yang besar. Evolusi manusia tidaklah didorong oleh otak. Sebaliknya, ukuran otak yang membesar adalah hasil dari evolusi manusia, khususnya pembuatan alat. Lompatan kualitatif dalam ukuran otak terjadi pada Homo habilis ("si tukang") dan jelas-jelas terkait dengan pembuatan alat batu. Sesungguhnya satu lompatan kualitatif baru terjadi pada transisi dari Homo erectus menuju Homo sapiens. Pikiran manusia muncul di bumi ini dengan kemendadakan yang mengejutkan, tulis John McCrone. Hanya dalam waktu 70.000 tahun (tidak sampai sekejap mata dalam skala geologis) adalah seluruh waktu yang diperlukan untuk peralihan nenek moyang kita dari kera cerdas menjadi Homo sapiens yang memiliki kesadaran diri. Di sisi perbatasan evolusioner ini berdirilah Homo erectus, satu mahluk cerdas dengan otak hampir sebesar otak manusia modern, satu kebudayaan alat sederhana dan penguasaan atas api namun secara mental masih sangat lemah. Pada sisi yang sebelah sini berdirilah Homo sapiens dengan ritual dan kesenian simboliknya lukisan gua, manik-manik dan gelang-gelang, lampu-lampu hias dan kuburan yang menandai kedatangan satu pikiran yang sadar diri.
Namun, apabila kita menilik kepada literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah antropologi, maka akan tampak sekali keragu-raguan dari para ahli antropologi sendiri, apakah Homo Sapiens itu benar-benar berasal dari Pithecanthropus atau Sinanthropus. Dimana, ketika teori evolusi yang dipelopori oleh Charles Robert Darwin (1809-1882) mengatakan: “Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan.”, kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia, Darwin sendiri kebingungan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula.
     Hal ini diantaranya merupakan kelemahan teori yang dikemukakan oleh Darwin, karena tidak ada titik temu antara teori yangada dengan kenyataan. Sebagai contoh, para ahli zoologi sangat akrab dengan suatu species yang bernama panchrinic yang tetap sama sepanjang masa. Juga ganggang biru yang diperkirakan telah ada lebih dari satu milyar tahun namun hingga sekarang tetap sama. Yang lebih jelas lagi adalah hewan sejenis biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada serta tidak mengalami perubahan.
Masalah lain terkait pandangan Darwin tentang “asal-usul manusia” seperti yang ditulis dalam Los Angeles Time, adalah sesuatu yang didasarkan pada begitu sedikit “bukti”, hanya satu biji gigi, potongan kecil tulang paha dan hanya ada tiga atau empat rangka yangtersedia untuk melacak seluruh pembelajaran tentang evolusi manusia (Los Angeles Time, ibid, hal A18). Hal ini berarti bahwa penemuan kerangka fosil “baru” yang menjadi keseluruhan dasar untuk teori evolusi tentang “asal-usul manusia” nampaksangat miskin “bukti”, “bukti” yang sangat lemah dan sangat sedikit untuk suatu teori yang dipegang secara luas.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, maka para ahli mengambil kesimpulan bahwa Pithecanthropus dan Sinanthropus bukanlah asal (nenek moyang) dari Homo Sapiens (manusia), tetapi keduanya adalah makhluk yang berkembang dengan bentuk pendahuluan yang mirip manusia kemudian musnah atau punah.
Manakah anggapan yang benar? Maka sebagain besar tergantung dari sudut pandang yang melihat. Seperti halnya perbedaan pendirian Ptolomeus dan Copernicus. Posisi matahari yang berbeda dalam hubungannya dengan bumi, yang satu memandang matahari yang mengelilingi bumi, sedangkan yang lain menganggap bumi yang mengelilingi matahari. Dari polemik inilah maka muncul juga pernyataan bahwa manusia ada karena diciptakan (adanya Intellegent desaign). Pernyataan ini berkembaang pada zaman Skolastik periode Skolastik Timur, madzhab pemikiran ketiga yang disebut Kalam Ashari.

Referensi:

Achmadi, Asmoro. 2007. Filsafat umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Bernadien, Win Usuluddin. 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hadiwijono, Harun. 2010. Sari sejarah Filsafat 1. Yogyakarta: Kanisius
Hadiwijono, Harun. 2011. Sari Sejarah Filsafat 2. Yogyakarta: Kanisius
Kattsoff, Louis O. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana
Maryono, Irawan et al. 1982. Pencerminan Nilai Budaya dalam Arsitektur di Indonesia. Jakarta. Penerbit Djambatan
Munir, Misnal dan Mustansyir, Rizal. 2012. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rapoport, Amos. 1969. House Form and Culture. Prentise Hall Inc. Englewood Cliffs. NJ
Stephen W. Hawking. 2002. The Theory Of Everything: The Origin And Fate Of The Universe. New Millenium Press
Sularto, Robi. 1993. Makalah Semiloka: Kontekstualisme dalam Desain Arsitektur dan Urban, Yogyakarta: IAI
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wood, Alan S&Ted, Gran. 1993. Marxism and Darwinsm, Reason  in Revolt. London:  Marxism and Modern Science
Yoshizumi, Febriani Bebi. 2010. Makalah asal-asul manusia. http://bebibandel.blogspot.com/2010/02/makalah-asal-usul-manusia.html


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes