Selasa, 18 Juni 2013

Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas berasal dari kata dasar ”aktif” yang berarti giat; dinamis; atau bertenaga.[1] Aktivitas belajar biologi dalam hal ini adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran biologi. Dalam proses pembelajaran, aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting, karena pembelajaran tidak akan pernah ada tanpa adanya aktivitas belajar. Sebagai rasionalitasnya hal ini juga mendapat pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.
Frobel mengatakan bahwa manusia adalah sebagai pencipta yang kedua (setelah Tuhan). Secara alami siswa memang ada dorongan untuk mencipta. Anak (dalam hal ini siswa) adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam. Prinsip utama yang dikemukakan Frobel bahwa siswa itu harus bekerja sendiri, yang kemudian muncul semboyan ”berpikir dan berbuat”. Di dalam proses pembelajaran, aktivitas berpikir dan berbuat tersebut tidak dapat dipisahkan.
Sementara itu, Montessori juga menegaskan bahwa siswa memiliki tenaga untuk berkembang sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati perkembangan siswa-siswanya. Pernyataan Montessori tersebut menujukkan bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah siswa itu sendiri.
Rosseau memberikan penjelasan bahwa dalam proses pembelajaran, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Tanpa ada aktivitas, proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.[2] Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.
Siswa seharusnya lebih banyak aktif karena siswa sebagai subjek didik yang akan merencanakan sekaligus melaksanakan pembelajaran. Dalam hal ini, John Dewey mengungkapkan pentingnya aktivitas belajar siswa dalam metode proyeknya dengan semboyan learning by doing (belajar dengan melakukan). Bahkan jauh sebelumnya para tokoh ppendidikan seperti Frobel, Montessory, Rousseau, dan Pestalozi telah mendukung prinsip aktivitas dalam pembelajaran.[3]
Aktivitas belajar siswa yang dimaksud adalah aktivitas fisik maupun aktivitas mental. Banyak macam aktivitas belajar yang dapat dilakukan siswa, tidak hanya sekedar mendengarkan dan mencatat seperti pada pembelajaran konvensional. Menurut Paul B. Diedrich, aktivitas belajar siswa dapat dibagi menjadi delapan hal yaitu:
a.       Aktivitas visual (visual activities), seperti membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain, dan sebagainya.
b.    Aktivitas berbicara (oral activities), seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, wawancara, diskusi, interupsi, dan sebagainya.
c.    Aktivitas mendengarkan (listening activities), seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato, dan sebagainya.
d.   Aktivitas menulis (writing activities), seperti menulis cerita, karangan, tes, angket, menyalin dan sebagainya.
e.       Aktivitas menggambar (drawing activieties), seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola, dan sebagainya.
f.       Aktivitas gerak (motor activities), seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
g.      Aktivitas mental (mental activities), seperti menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
h.      Aktivitas emosi (emotional activities), seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.

Aktivitas-aktivitas tersebut tidak terpisah satu sama lain. Di dalam setiap metode pembelajaran terdapat macam-macam kegiatan, akan tetapi tidak semua metode memberi kegiatan yang sama banyaknya. Pada umumnya metode ceramah tidak menimbulkan aktivitas yang banyak. Metode yang dapat membangkitkan aktivitas siswa misalnya diskusi, sosiodrama, praktikum, kerja kelompok, dan metode proyek.[4]
Aktivitas belajar siswa banyak dipengaruhi oleh kegiatan mangajar guru. Misalnya jika guru mengajar dengan metode ceramah, maka aktivitas siswa tidak banyak. Mereka hanya mendengarkan uraian guru dan jika perlu mencatatnya. Namun, apabila guru mengajar dengan metode bertanya atau menyajikan masalah untuk dipecahkan siswa, maka siswa akan lebih aktif, seperti berdiskusi, berdialog dengan teman sebangku dan lain sebagainya. Ciri-ciri pembelajaran yang berhasil salah satunya dapat dilihat dari kadar aktivitas belajar siswa. Semakin tinggi aktivitas belajar siswa, maka semakin besar peluang berhasilnya pembelajaran.[5]
Aktivitas belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:
a.      Aktivitas belajar mandiri, artinya setiap siswa mengerjakan atau melakukan kegiatan belajar masing-masing. Misalnya setiap siswa diberi tugas untuk memecahkan persoalan yang diberikan oleh guru. Dalam proses belajarnya, setiap siswa dituntut mengerjakan tugasnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Implikasinya, guru harus banyak memberikan perhatian dan pelayanan secara individual.
b.      Aktivitas belajar kelompok, artinya siswa melakukan kegiatan belajar dalam kelompok. Misalnya diskusi memecahkan masalah. Guru harus mengajukan beberapa masalah yang harus dipecahkan siswa dalam satuan kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa. Guru akan mengawasi dan membimbing setiap kelompok, sedangkan siswa berpartisipasi memecahkan persoalan tersebut dengan kelompoknya.
c.       Aktivitas belajar klasikal, artinya semua siswa dalam waktu yang sama melakukan kegiatan belajar yang sama. Misalnya apabila guru menggunakan metode ceramah. Siswa akan menanggapi secara berbeda-beda meskipun materi yang disajikan sama.[6]
Aktivitas siswa dapat dijadikan sebagai salah satu kriteria dalam penilaian proses pembelajaran. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari efisiensi, keefektifan, relevansi, dan produktivitas dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Penilaian proses pembelajaran terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Aktivitas siswa tersebut dapat dilihat dalam hal:
a.       Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
b.      Terlibat dalam pemecahan masalah.
c.  Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi.
d.  Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e.       Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
f.       Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
g.      Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah sejenis.
h. Kesempatan menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.[7]




[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi digital, 2010, http://ebsoft.web.id
[2] Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 96.
[3] Moh. User Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 22.
[4] Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 91-92.
[5] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 72.
[6] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 72.
[7] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 61.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes